Rabu, 20 April 2011

Aku Bukan Kartini

Kartini, selintas nama itu sangat akrab di telinga kita. Dialah sosok wanita perkasa yang memperjuangkan hak-hak wanita pada masanya. Perjuangannya sungguh tidak sia-sia, bahkan saat ini banyak wanita-wanita yang dijuluki kartini masa kini. Kartini bisa tersenyum melihatnya.

Namun dibalik itu semua, tidak sedikit wanita-wanita yang masih dirampas haknya, diinjak-injak harga dirinya, serta dikekang kebebasannya. Dan pastinya itu bukan keinginan mereka. Setiap derai tangis dan derita yang mereka alami menggoreskan luka di hati jutaan wanita di seluruh dunia. Bukan mereka tidak menginginkan kemerdekaannya, tapi mereka tak kuasa menanggung beban yang mereka terima. Dalam relung jiwa mereka terdapat asa yang kuat untuk dapat menegakkan keadilan, seandainya saja mereka bisa, andai saja mereka memiliki keberanian seperti Kartini. Namun apalah daya, tak semua orang bersedia mendengarkan aspirasi mereka, dalam hati kecilnya mereka mungkin hanya bisa berkata, "Sayangnya, aku bukan Kartini."

Apakah Kartini masih bisa tersenyum disana?


-Memang suatu pekerjaan yang seolah-olah tak mungkin dapat dikerjakan! tapi 'siapa tidak berani, tidak akan menang!' itulah semboyanku. Maka, ayo maju!! bertekat saja untuk mencoba semua! siapa nekat, dia mendapat tiga perempat dunia! (surat R.A.Kartini)-

Jumat, 08 April 2011

Malaikat berhati mulia

Suatu hari seorang anak yang sedang gundah berkata pada ayahnya, "Ayah, hari ini sungguh sangat menyebalkan, tadi aku dimarahi guru lagi dan hari ini kelasku diberi pekerjaan rumah yang sangaaat banyak, kapan aku bisa bermain kalau begini terus. Aku sangat membenci guru! Akan lebih baik kalau tak ada guru". Dengan muka tertekuk anak itu terus mengeluh.

Mendengar hal tersebut sang ayah hanya tersenyum, kemudian berkata pada anaknya". Untuk menghilangkan gundahmu maukah kau mendengarkan cerita Ayah?".

Sang anak kemudian berseru, "Tentu saja! Yang seru ya Ayah ceritanya."

Kemudian sang ayah mulai bercerita, "Dahulu sewaktu Ayah masih sebesar dirimu, Ayah pernah bertemu malaikat berhati mulia."

"Benarkah?", tanya si anak.

"Tentu saja, malaikat itu sangat baik sekali, dia selalu bersabar menghadapi kenakalan-kenakalan Ayah. Semakin nakal kelakuan Ayah, maka semakin sabar hatinya." lanjut ayahnya.
"Apa malaikat itu tidak pernah marah?", tanya si anak penuh heran.

"Tentu saja pernah, tapi Ayah sangat tahu bahwa kemarahannya merupakan tanda kasih sayangnya. Semakin marah dia, Ayah semakin yakin betapa sayangnya dirinya pada Ayah, karena setiap kemarahannya selalu dilakukan demi kebaikan Ayah."

"Kebaikan apa yang dia berikan, Ayah?"

"Owh, banyak sekali, bahkan terlalu banyak hingga Ayah kebingungan untuk membalasnya. Tak ada satupun hal di dunia ini yang bisa Ayah jadikan hadiah untuk membalas segala jasa-jasanya. Berkat kesabarannya sekarang Ayah bisa menulis, bisa membaca, bisa tahu banyak hal, dan bisa meraih segala cita-cita Ayah seperti saat ini. Meski demikian dia tidak pernah mengungkit-ungkit kebaikannya, apalagi meminta sesuatu untuk membalas jasa-jasanya, itulah yang membuat Ayah sangat mengaguminya. "

"Siapa malaikat itu Ayah?"

Sambil tersenyum pada anaknya sang ayah menjawab dengan tenang, "Ayah menyebutnya guru."

Sang anak terdiam sesaat, kemudian sang ayah berkata, "Percayalah nak, suatu saat nanti, guru akan menjadi salah seorang yang paling berjasa selama hidupmu."

Sang anak beranjak menjauhi ayahnya, namun sesaat kemudian membalikkan badannya ke arah ayahnya, sambil tersenyum lebar sang anak berkata, "Percayalah Ayah, mulai saat ini kurasa, jika aku besar nanti cita-cita terbesarku adalah menjadi seorang guru."


*terima kasih guruku :) *